Seperti yang telah diketahui,
Diego Costa telah divonis oleh FA dengan hukuman larangan bertanding selama 3
pertandingan bersama klubnya, Chelsea.
Mantan striker Atletico Madrid
itu dinyatakan bersalah setelah dituduh melakukan aksi kekerasan terhadap bek
Arsenal, Laurent Koscielny, dengan menampar sang pemain tepat diwajah.
Apa yang membuat sang striker
begitu mudah untuk melakukan hal-hal demikian? Apakah ada sisi lain dari
kepribadiannya yang bermasalah itu? Untuk menjawab pertanyaan itu mungkin harus
melihat jauh kemasa lalu pemain berusia 26 tahun itu.
Lahir dikota kecil Lagarto yang
berpenduduk kurang lebih 100.000 jiwa dibagian timur Brazil. Sang ayah, Jose de
Jesus, yang menjadi penggemar berat sepakbola, memberikan nama Diego dari
pesepakbola favoritnya, Diego Maradona, demikian juga dengan anak sulungnya,
Jair. Dari atlit bola Brazil bernama Jairzinho.
Diego menghabiskan masa kecilnya
dengan sang kakak membantu ayahnya bekerja dan bermain bola dijalanan. Jose de
Jesus pernah mengatakan bahwa putra bungsunya itu selalu bersemangat dan
agresif, dan seringkali mengakhiri permainan bola dengan perkelahian.
Dengan pengalaman dan kebiasaan
bermain bola ala jalanan yang tanpa peraturan itu. Costa mengaku,”saya selalu
berseteru untuk apapun. Sangat sulit untuk mengendalikan diri sendiri.”
“Saya menghina semua orang dan
tidak pernah menunjukkan rasa hormat sedikitpun pada lawan saya. Saya bahkan
sering punya pikiran untuk menghabisi mereka sewaktu emosi memuncak. Saya
terbiasa pada pertandingan dimana seseorang menyikut wajah orang lain hanya
untuk mendapatkan bola. Bagi saya hal itu sangat normal.”
Paman Diego waktu itu, Jarminho,
melihat bakat keponakannya diusia 16 tahun, langsung mendesaknya untuk
bergabung dengan tim junior Barcelona Esportivo Capela.
Karir remaja Costa tidak berjalan
terlalu mulus, ketika kebiasaan bermain ala jalanan diterapkan olehnya
diakademi resmi itu. Diego harus menerima hukuman 4 bulan setelah diusir oleh
wasit menyusul aksinya menampar lawan.
Jorge Mendes, agen pemain populer,
waktu itu melihat potensinya dan atas bantuannya, Costa mendarat di Portugal
bersama Sporting Braga. Walau sempat tidak betah disana dan ingin pulang ke
Brazil, tapi sang ayah berhasil meyakinkan anaknya untuk tinggal. Alhasil dua
tahun di Braga berbuah hasil, ketika Atletico Madrid menyatakan ketertarikan
mereka atas pemain yang memilih untuk bermain di timnas Spanyol itu.
No comments
Post a Comment